Senin, 11 April 2011 | By: Menulis Itu Mudah....

Kamis Suram Bersamanya

Oleh: Kiki Chostha. V

Hari itu kamis jam 08:50 mata kuliah sosiologi sastra. Sinar cerah pagi tiba-tiba menjadi kelabu. Detak jantung yang biasa menjadi berdetak kencang bagai terhempas angin badai. Pikiran mulai tidak menentu, gelisah, resah menunggu ia datang sebut saja PN. Bahkan hati yang tak ingin tergores ingin ia tak datang. Tetapi dalam hati kecil juga ingin ia datang tetapi tidak alias masih dalam keraguan karena jika ia tidak datang maka penderitaan masih di depan.

Detak jalannya mengetarkan ruangan-ruangan yang ia lalui. Mata tersipu tak sanggup memandang semua itu. Dengan kacamata di kancing baju paling atas. Rokok dji sam soe di saku bajunya. Dengan baju kemeja pendek celana semi jean dan terkadang sandal tatsing di pakainya. Siapa yang tidak kenal beliau? Pasti semua warga Bahasa Indonesia mengenalnya bahkan mungkin se Fkip Untan bahkan se Universitas mengenal beliau yang mempunyai karakteristik unik dan berbeda.

Selamat pagi saudara-saudara itu kalimat yang ia ucapkan kepada kami sebelum ia duduk di kursi dosen depan kelas. Itulah satu diantara ciri-ciri beliau yang berbeda dengan dosen lain selalu memanggil kami saudara. Silahkan kelompok selanjutnya mempersentasikan hasil diskusi kelompoknya dengan nada yang sedikit keras bagi orang yang tidak mengenalnya, tetapi bagi orang yang mengenalnya hal itu merupakan hal biasa dan sangat lazim. Mulailah sang kegelisahan menampakkan diri dari rumah indahnya. Kekacauan riuk pikuk mulai terbisik mendengung di kelas yang lumayan besar ukurannya.

Mulailah penyaji mempersentasikan hasil diskusinya, namun baru beberapa kata terucap langsung sahut olehnya itu namanya membaca bukan mempersentasikan atau menjelaskan anak TK pun tahu seperti itu. Jantung tersayat hati tergores lidah kaku mendengar kata itu. Sudah lanjutkan lagi katanya. Semuanya pun berjalan dengan baik menurut kami menurut beliau kayaknya jauh dari sempurna.

Akhirnya sampai pada sesi pertanyaan. Saat ada peserta yang bertanya langsung dipotong lagi dengannya, saya rasa pertanyaan saudara sangat mudah dan tidak berbobot anak SD pun bisa bertanya dan bisa menjawabnya. Tergores lagi dan lagi. Andai hati ini meronta-ronta maka ia pasti sudah meronta karena terkena goresan silet.

Kali ini penyaji mulai menjawab pertanyaan peserta. Baru mulai menjawab terpotong kembali jawaban itu olehnya saya rasa jawaban saudara masih sangat melenceng coba saudara fikirkan kembali dan anda hubungkan dengan materi sebelumnya. Salah lagi dan kami pun sudah terbiasa walaupun hati tetap saja sakit sekali tiada yang benar menurutnya apa yang kami sampaikan. Kalaupun sudah menjurus kebenar pasti masih ada yang kurang menurutnya.

Semuanya sudah selesai dan mulailah beliau mengeluarkan jurus mautnya dengan kata-kata mutiara bahkan jurus beliau kami akui lebih dasyat dari jurus wiro sableng 212. Sebenarnya kami sendiri bingung dengan apa yang beliau jelaskan di depan Cuma kami tetap masang muka sok serius aja. Sok tau kalau ditanya olehnya kami harus memutarkan otak kami 180 derajat untuk menjawabnya.

Walaupun beliau mempunyai karakter yang demikian tetapi beliau sangat pintar. Apalagi pengatahuan soal sastra karena beliau juga dosen sastra tentunya. Bahkan menurut saya dibandingkan dengan dosen sastra lainnnya yaitu Dr. Martono, Dra. Sisilia Seli, M.Pd. beliaulah yang paling pintar. Saya berani berkata begitu karena saya pernah berbicara dengannya waktu ppm ke mempawah dan beliau menjadi pemateri seminar. Malam itu kami mendapatkan banyak kata-kata indah darinya mulai dari topik sastra sampai politik. Mungkin jika mata tiada suram memandang ia mampu bercerita 7 hari 7 malam.

Beliau orang yang perfeksionis apa yang kami sampaikan harus sejalan dengan pemikiran beliau. Tetapi sayangnya pemikiran kami masih jauh dari pemikiran beliau. Apa yang kami sampaikan jarang sekali benar di muka beliau. Bahkan mungkin yang pernah saya sampaikan salah semua. Paling bagus nyerempet bahasa kasarnya.

Saat jam perkuliahan sosiologi sastra sudah habis muka kami mulai berbinar bahagia akhirnya jam penuh muka dusta sok paham berakhir. Jam masuk nerakanya dunia kataku usai sudah. Saya akhiri sampai disini selamat siang saudara-saudara. Itulah kata terakhirnya yang terucap dan ia segera bergegas meninggalkan kelas.

0 komentar:

Posting Komentar