Senin, 11 April 2011 | By: Menulis Itu Mudah....

DI BAWAH POHON GUNDUL

Oleh: Dedek Kurniawati

Mahasiswa FKIP mengeluh tak ada tempat yang nyaman untuk belajar dan bersantai. Sebagian dari mereka menjadi kebingungan tatkala berhadapan dengan jam perkuliahan yang memiliki senggang waktu lama. Terutama mereka yang bukan kalangan mahasiswa bertempat tinggal daerah sekitar kampus terpaksa rela berpanas-panasan di bawah terik matahari di DPR. Bahkan tak hanya keluhan dari mahasisawa FKIP tetapi keluhan juga datang dari mahasiswa fakultas lainnya.

Sudah beberapa bulan terakhir ini terlihat suasana di FKIP ada yang berbeda. Pemangkasan pohon di FKIP mengundang beberapa keluhan baik dari mahasiswa FKIP itu sendiri bahkan juga dari mahasiswa dari fakultas lain. Umumnya mereka terkejut saat disuatu pagi melihat kondisi tempat yang terkenal dengan DPR itu berubah dari yang biasanya. DPR adalah suatu tempat yang menyerupai taman dengan dihiasi rindangan pohon layaknya tenda dan dilengkapi kursi dan meja ukiran batu yang semakin memperindah tempat itu. DPR adalah kepanjangan dari “Di bawah Pohon Rindang”. Tidak hanya mahasiswa yang telah lama berkuliah di Universitas Tanjungpura yang mengenali tempat tersebut, bahkan mahasiswa yang berasal dari perguruan tinggi lainnya juga sudah tidak asing dengan singkatan DPR tersebut. Selasa (5/4), Muhammad Fajarudin (21) mahasiswa STKIP jurusan Sejarah mengatakan, “Oh... DPR FKIP tau saye, itu kan singkatannye di bawah pohon rindang. Tapi sayangnye udah tak rindang lagi tu...”, jelasnya sambil tertawa. Pernyataan dari saudara M. Fajarudin ini jelas merupakan pernyataan yang disertai nada sindiran. Tidak hanya merasa tersindir bagi mahasiswa FKIP ini juga merupakan tanda bahwa tidak ada lagi taman yang dapat dibanggakan di sekitar FKIP.

Tak heran taman yang sudah sejak lama menjadi kebanggaan tersendiri bagi mahasiswa yang berkuliah di FKIP ini dikenal oleh banyak orang. Selain tempatnya yang strategis, dekat dengan gedung-gedung penting di Universitas Tanjungpura, tempatnya juga suatu pilihan tepat untuk bersantai seraya melakukan aktivitas tertentu. Tempatnya yang luas dan sangat teduh menambah pesona tersendiri untuk memikat mahasiswa yang tidak hanya dari FKIP untuk menghampiri dan merasakan duduk di taman tersebut. Sabtu (5/4), Ferli Siswandra (21), mahasiswa Fakultas Teknik jurusan Teknik Sipil ini mengatakan, “Biasenye saye singgah ke DPR ni buat nyantai jak. Disini tempatnya sejuk dah gitu strategis apelagi pas abis daftar ulang kalo dan capek saye singgah lok di sini nongkrong same kawan-kawan.”, jelasnya.

DPR kini tak seperti dulu semua itu dikarenakan adanya pemangkasan terhadap pohon-pohon rindang tersebut. Pemangkasan pohon-pohon rindang itu dilakukan sejak beberapa bulan yang lalu. Namun, hingga saat ini belum terlihat pertumbuhan yang signifikan dari pohon yang telah di pangkas tersebut. Jelas, karena pertumbuhan pohon memerlukan waktu yang cukup lama.

Hal ini lah yang disesalkan oleh beberapa mahasiswa. Mereka mengeluh akan tempat yang mereka banggakan dan gemari tersebut berubah drastis. Kini julukan di bawah pohon rindang tersebut sudah tak layak lagi. Pantasnya berubah menjadi di bawah pohon gundul. Pohon-pohon yang berdiri di taman FKIP kini yang tersisa hanya batang besar dengan beberapa ranting yang tertempel beberapa daun ditiap dahannya. Hanya saja ranting dengan dedaunan ini tak sanggup membuat orang yang duduk dibawahnya merasa nyaman. Justru mereka terlihat gelisah dan terus bergerak-gerak seraya mengibaskan sebuah kertas, buku malah ada yang sampai berbekal kipas plastik dari rumah mereka. Satu diantaranya mahasiswa FKIP yang berhidung mancung ini ditemui seusai ia pulang dari pembelajaran mikro di kampusnya. Rabu (6/4), Yura Supikawati, (20) mahasiswa FKIP jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia mengatakan,”Jelaslah bekipas, secara panasnya minta ampun ! Udah ndak bisa lagi dapatkan tempat bersantai nunggu jam masuk ! Dulu di sini banyak angin sepoi-sepoi tapi, sekarang yang ade panas! Bising jak !”, ketusnya.


Pilihan tempat untuk berkumpul dan belajar bersama dilingkungan FKIP kini semakin minim. Ruang baca tak memiliki kapasitas yang cukup untuk menampung ratusan mahasiswa FKIP yang hendak mengisi waktu luangnya di kampus. Hal inni disebabkan luas ruangan di ruang baca tidak memadai, belum lagi dengan susunan dua buah lemari yang diletakkan di tengah ruangan sehingga menambah sesak ruangan tersebut. Jangankan untuk konsentrasi dalam membaca, untuk lewat sekedar melihat-lihat buku saja terasa sangat sempit. Tak jarang mereka yang sedang konsentrasi membaca harus terganggu karena adanya suara “Permisi.” dari mahasiswa pengungjung lainnya yang hendak melihat buku yang berada di lemari tepat di belakang kursi dengan jarak kurang lebih sejengkal tangan manusia dewasa.

Selain itu, jika alternatif pilihan tempat lainnya adalah laboratorium komputer dan kelas kosong itu hanyalah faktor keberuntungan saja. Pada jam perkuliahan aktif dari senin hingga jumat, laboratorium komputer sering digunakan untuk mahasiwa program studi tertentu yang hendak melaksanakan praktek komputer. Sedangkan, pada ruang kelas tentunya banyak yang digunakan pula. Hanya pada waktu-waktu tertentu saja mahasiswa dapat menggunakan fasilitas tempat di luar jam perkuliahan mereka.

Mahasiswa yang yang hendak belajar bersama atau sekedar bersantai seraya menunggu waktu perkuliahan selanjutnya pun merasa kecewa tatkala melihat tempat favorit mereka yang terkenal dengan julukan DPR itu sudah tidak menunjukkan lagi kerindangannya. Tempat yang menjadi kebanggaan tersendiri bagi mahasiswa FKIP Untan ini telah berubah menjadi DPG (Di Bawah Pohon Gundul) karena pohon-pohon yang dulunya membuat suasana FKIP Untan menjadi sejuk dan indah kini sudah dipangkas. Kamis (24/3) Kiki Chostha Vhernandhez (20) mahasiswa FKIP program studi Bahasa dan Sastra Indonesia mengatakan, “Itulah, ndak ade lagi dah DPR tu... susah mau hotspotan lagi, saat-saat yang membosankan kalo dah nunggu dosen datang. Dah gitu panas lagi rasanya FKIP ni, dulu rasanya banyak angin sepoi-sepoi kalo mau menuju PBS ni, sekarang yang ade macam di gurun. Panas...!”, keluhnya.


Perubahan di DPR FKIP sekarang ini membuat kita menjadi kebingungan mau kemana untuk mengisi waktu kosong dan juga area di DPR juga tidak seramai dulu yang sering digunakan beberapa mahasiswa berkumpul. Sebagian dari mereka terpaksa mengisi senggang waktu lama untuk makan di kantin. Sekedar nongkrong di kantin saja adalah hal mustahil. Mau tidak mau mereka juga harus merogoh kocek dalam-dalam untuk berbelanja di kantin FKIP, seraya menimbun perut dengan makanan yang ditawarkan di sana. Bagi mereka yang tak memiliki uang cukup, harus rela menahan panas matahari duduk di bawah pohon gundul jika tak ada tempat lain untuk mengisi waktu. Rabu (6/4) Nemi Zuniarti (21) Mahasiswa FKIP jurusan Bahasa Inggris mengatakan, “Sangat menyedihkan sekali sekarang, area hijau di kampus kite yang tercinta ni semakin menipis. Padahal DPR ini adalah tempat yang paling nyaman untuk berdiskusi masalah kuliah atau sekedar ngumpul juga asyik. Soalnya area di DPR tu teduh, kalau ditebang kaya’ sekarang sih terlihat gersang dan jadi tak rindang agik. Panas cuy, apelagi Pontianak ni, panasnye luar biase! Terpakselah aku bekal agak banyak kalo dah tau jadwal kul senggangnya banyak, mau balek ke rumah jauh di TPI, ke kost kawan ndak enak juga terlalu sering jadi ya....mau ndak mau ke kantin makan dan makan yang banyak.”, jelasnya dengan antusias.

Tak hanya itu, adapula mahasiswa yang memang cukup sering berhubungan dengan masalah pemangkasan pohon yaitu Mahasiswa Fakultas Kehutanan tentunya. Dia merasa kecewa terhadap pemangkasan pohon di FKIP Untan ini. Kamis (24/3) Maysarah (21) mengungkapkan, “Dulu waktu aku mau ke UPT untuk nyari referensi perkuliahan atau main ke FKIP buat ketemu teman lama, pasti tempat janjian dengan teman tu di DPR, di situ aku juga bisa nongkrong dulu dengan kawan-kawan, meskipun bukan mahasiswa FKIP tapi aku senang nyantai di DPR ni..tempatnya teduh dan sejuk. Tapi, sayangnye kenape malah dipangkas ! Padahal kalo dilihat dari segi ekologi jelas dengan dipangkasnye pohon-pohon tuh bakal mengurangi energi dalam suatu ekosistem karena yang tadinya segala jenis makhluk hidup yang tinggal di pohon-pohon tu harus kehilangan habitatnya. Belum lagi manfaat hijaunya bagi manusia yang akan lebih terasa efeknya karena karena kita ketahui bahwa pohon tu berfungsi sebagai penyerap karbon yang kemudian dapat mencegah terjadinya efek rumah kaca. Seandainya aja pohon-pohon tersebut tidak dipangkas, setidaknya manusia bisa merasakan banyak oksigen yang dihasilkan pohon-pohon tersebut dari proses fotosintesis.”, ungkapnya dengan nada yang tegas.

Selanjutnya dijelaskan oleh Maysarah bahwa “Mungkin manfaat nyatanya lagi,masyarakat di sekitar kampus akan merasakan udara segar, kerindangan dan kesejukan ketika berada di bawahnya walaupun terkadang kondisi cuaca sangat panas.”. Tidak hanya mahasiswa FKIP yang ikut prihatin dan kecewa dengan aksi pemangkasan ini. Sebelumnya diketahui pula tidak adanya pemberitahuan atau sosialisasi terhadap peristiwa ini. Namun, sebagai manusia yang beriman kita tidak boleh hanya berpikir dari sisi negatifnya saja. Dapat saja pihak fakultas sebenarnya memiliki alasan tersendiri terhadap aksi pemangkasan pohon di area taman FKIP tersebut. Hanya saja kurang adanya sosialisasi lah yang memicu kekecewaan dari mahasiswa FKIP dan lainnya.

Butuh waktu yang cukup lama untuk melihat kondisi DPR menjadi rindang seperti dulu. Jadi, untuk beberapa waktu ke depan mahasiswa FKIP harus bersabar menunggu pohon yang gundul itu menumbuhkan kerindangan lagi yang dapat menyejukkan area sekitar kampus dan dapat menjadi tempat favorit untuk belajar atau pun bersantai. Butuh waktu yang lama pula untuk mengganti julukan “Di bawah Pohon Gundul” menjadi “Di bawah Pohon Rindang”.

0 komentar:

Posting Komentar