Senin, 11 April 2011 | By: Menulis Itu Mudah....

Dia Menyebut Namaku

Oleh: Juniarti

Kakak sulungku sudah meninggal jauh sebelum aku lahir. Ibu bilang waktu itu sangat sulit mendapatkan fasilitas kesehatan. Rumah sakit dan dokter hanya ada di kota sedangkan kami hidup di desa. Empat tahun kemudian, di usia yang hampir sama kakak keduaku juga terserang typus. Selama hampir setahun dia tergolek di tempat tidur. Suhu badannya sangat panas tinggi. Tiap hari kejang-kejang. Bapak dan Ibu tidak ingin mengalami nasib yang sama seperti kakak pertamaku. Tiap hari mereka mendatangkan mantri, tabib, bahkan dokter yang waktu itu tarifnya terolong sangat mahal. Apalagi bagi keluarga kami. Karena tidak kunjung sembuh, Bapak, Ibu, dan para kerabat sepakat untuk mengganti nama kakaku. Di tempatku memang masih ada keperyacaan masyarakat yang menganggap bahwa nama bisa membawa keberkahan bagi pemiliknya. Nama kakak yang berasal dari bulan kelahirannya diganti dengan nama yang sarat dengan muatan doa dan npengharapan akan kesembuhan. Abdur Rohim Asy Syifa adalah nama hijrah kakaku. Bersamaan dengan berjalannya waktu, kondisi kakaku berangsur-angsur mulai membaik. Kami semua bersyukur pada Allah Yang Esa. Secara fisik kakak memang tampak sudah sehat. Bahkan badannya menjadi gempal karena saat sakit dia terus mengkonsumsi obat-obatan dan susu. Tetapi kenyataanya, secara mental dan psikis kakak tidak sesehat badannya. Menurut hasil pemeriksaan dokter, typus telah merusak salah ssatu sel syaraf di otaknya. Akibatnya kakak dipastika akan mengalami keterbelakangan mental sepanjang hidupnya. Kata dokter, kami masih harus tetap bersyukur pada Allah karena yang diserang hanya sel syaraf otak, bukan perut sperti pada kakak pertamaku yang sudah meninggal.

Hari berganti hari beranjak menjadi tahun. Kakaku benar-benar tumbuh menjadi remaja yang tebelakang. Meskipun sudah berusia 18 tahun kemampuannya tidak lebih dari kemampuan anak kelas satu SD! Dia tidak bisa melakaukan apapun tanpa bantuan orang lain, kecuali untuk hal yang remeh seperti mandi, makan, berpakaian, dan mencuci piring. Seiring dengan berjalannya waktu, aku mulai membencinya. Aku menyesal elah dilahiarkansebagai adiknya. Dalam pandanganku, dia sangat bodoh, lemah, dan tidak pantas menjadi kakakku. Apa yang bisa kudapatkan dari seorang kakak yang setiap hari bermain kelereng dengan anak-anak kecil? Kakak yangtidak bissa menghapal nama lengkapnya sendiri apalagi nama keluarganya? Bagaimana bisa dia melindungiku kalau melindungi diri sendiri saja tidak mampu? Aku merasa dia benar-benar tidak berguna untukku. Hingga suatu ketika sebuah kejadian luar biasa merubah pandanganku tentang kakak. Waktu itu sedang musim buah rambutan. Ibu melarang kakak makan rambutan terlalu banyak karena khawatir penyakit Typusnya kambuh lagi. Meskipun sudah dilarang oleh ibu, kakakku tetap menghabiskan banyak sekali buah rambutan. Akibatnya, penyakit kakak kambuh lagi. Badannya demam tinggi dan kemampuan mengingatnya semakin menurun. Dia lupa semua orang termasuk tema-teman kecilnay yang biasa bermain bersamanya. Hanya satu orang yang diingatnya yaitu ibuku. Dia melupakan aku dan ayahku!! Alhamdulillah dalam beberapa hari demamnya sudah turun meskipun ingatannya belum bisa kembali normal. Saat pulang dari majid dia masuk ke rumah tetanggaku. Karena mengira itu rumah kami. Suatu hari kakak tidak kemabali ke rumah setelah pamit akan kembali ke masjid. Saat itu, satu-satunya tempat yang terekam dalam ingatannya adalah masjid. Tempat dia shalat. Lain dari itu tidak. Kami mencarinya kemana-mana tapi tidak ketemu. Setelah sekian lama membencinya, baru kusadari ternyata aku masih menyayanginya. Buktinya, saat dia menghilang dari rumah aku merasa sangat menghwatirkannya. Aku takut terjadi sesuatu yang buruk terhadapnya. Bagaiman dia akan menemukan jalan pulang kalau dia tidak bisa mengingat apa-apa?

Hingga melewati 24 jam kakak masih belu kembali atau belum ditemukan. Kami semua panik. Bapak tidak berhenti mencari walau hari sudah larut. Bapak bersama beberapa orang kerabat laki-laki terus mencari kesetiap pelosok desa; menyebrang sungai dan sawah yang biasa menjadi tempat main kakak, dengan harapan mungkin dia tertidur di sana atau lupa jalan pulang ke rumah. Sementara, aku dan teman-teman kecil kakaku berusaha mencari ke setiap rumah penduduk. Siapa tahu dia salah masuk rumah, lalu tuan rumah memberinya makan malam dan menyuruhnya bermalam sebagaimana yang sering mereka lakukan pada kakaku. Kakakku memang disayang banyak orang karena polos, lugu, dan uska menolong. Hingga dua hari kakak masih belum ditemukan. Tidak perlu ditanya lagi bagaimana perasaan kami, teutama ibuku. Ibukulah anggota keluraga yang paling dekat denag kakaa. Dua hari sebelumnya, kakak masih memijat kaki ibu yang sedang keseleo. Setiap kali mau makan ibu selalu menangis lalu ujung-ujungnya batal mau makan. Dia bilang tidak akan mau makan sebelum dipastikan kakak juga sudah makan. Ah.....bagaimana memastikannyan kalau kakak belum ketemu? Selama dua hari itu pula, ibu tidak tidur kecuali ketidurankarena capek. Itupun hanya sebentar. Tidak lebih dari 15 menit. “bagaiman ibu bisa tidur sementara kakakmu terlunta-lunta dijalan. Mungkin sekarang dia sedang kelaparan atau kedinginan. Mungkin juga dia sedang dalam bahaya. Atau bahkan dia sudah....” ibu tidak sanggup melanjutkan ucapannya waktu itu. Air matanya mengalir deras. Pasti ibu sangat terpukul sekali dengan kepergian kakak. Lalu bagaiman denganku? Terus terang kalau ada orang yang seharusnya paling menyesal atas hilangnnya kakak, maka orang itu adalah aku. Adiknya!!!aku yang selama ini telah durhaka padanya. Aku yang tidak pernah senang saat dia menyambutku dengan senyum hangat tiap aku pulang sekolah. Aku yang tidak pernah bersyukur kepada Allah yang telah memberi karunia seorang kakak yang baik hati. Kakak yang tidak pernah berkeluh kesah pada siapapun. Kakak yang tidak pernah menuntut macam-macam dari keluarganya. Kakak yang senantiasa ramah dan santun pada setaip orang meskipun dia tidak sanggup menghapal nama mereka.

Dimana bisa kutemukan anak seperti dia? Disaat anak orang lain membaca koran, dia membaca Al-quran meskipun tajwid makhrojnya kurang tepat. Dimana bisa kutemukan kakak seperti dia? Diwaktu kakak yanglainmengajari adiknya pacaran, dia mengajari kau untuk selalu shalat tepat waktu. Dimana bisa kuperoleh ilmu kesabaran dan keikhlasan selain dari dia? Sungguh aku benar-benar menyesal atas sikapku padanya selama ini. Aku berharap semoga Allahmasih berkenan mempertemukan kami lagi. Tentunya dalam keadaan yang lebih baik. Pada hari ketiga keluargaku memutuskan untuk melaporkan kasus hilangnya kakak pada polisi. Tapi subhanallah baru sampai di depan pintu rumah Bapak berteriak kegiarauan karena melihat kakak sedang tersenyum padanya. Ekspresinya lucu, antara tertawa, mengangis dan kesal. Kemana saja dia selama ini? Membuat bingung seisi kampung, lalu pulang dengan senyum lebar seolah tanpa dosa. Kondisinya jauh dari bayangan kami. Dia tidak kurus, tidak sebagaimana yang terjadi pada ibu yang tidak makan dan tidur selama tiga hari. Dia juga terlihat tetap bersih dan bajunya pun baru. Darimana dia dapatkan baju itu? Rupanya dia tidak datang sendiri. Seorang pemuda mengantarkannya. Wajahnya tidak asing bagiku, tetapi kau lupa siapa dia. Ternyata pemuda itu adalah teman sekolahku waktu masih di SLTP sementara saat itu aku sudah SMU. Menurut penuturannya, tiga hari yang lalu, dia melihat ada orang asing di dalam masjid di depan rumahnya. Karena mengira kakak adalah musafir, temanku mendatangi kakak dengan maksud menawarinya tempat istirahat dan makan. Saat diajak berbicara, kakak hanya senyum-senyum tanpa menanggapi omongan temanku sedikitpun. Lama-kelamaan, temanku tahu kalau orang yang ia ajak berbicara bukan;lah orang normal. Akan tetapi dia yakin kalau orang itu juga tidak gila karean tidak mungkin orang gila shalat di masjid dengan pakaian bersih. Mungkin orang itu hanya kehilangan memorinya saja. Akhirnya temanku mengajak kakak pulang ke rumahnya, memberinya makan, dan menyuruhnya mandi dan meminjaminya pakaian. Setiap tiba waktu shalat kakak minta diajak kembali ke masjid. Temanku berusah keras agar dapat berkomunkasi dengan kakak supaya dapat menemukan identitasnya yang sebenarnya. Namun setiap kali ditanya, kakak selalu mengatakan tidak tahu atau lupa. Jika dipaksa mengingat, kakak selalu sakit kepala. Tetapi temanku tidak putus asa. Dia terus mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin bisa mengingatkan kakak pada kehidupannya. “Siapa yangpaling kau cintai?” kata bapak aku harus mencintai Allah lebih dari apapun” kalau begitu siapa nama bapakmu? “aku tidak ingat bapak, aku hanya ingat ibu” baik sebutkan nama ibumu!” aku tidak tahu namanya karena sejak kecil aku mwemanggilnya ibu. Dia sangat baik padaku dan......” cukup teman!itu sama sekali tidak membantu.” Saat temanku sudah gemas tiba-tiba kakak menyebut sebuah nama dengan lengkap. Nama adik wanitanya. Namaku!! Temanku merasa nama itu tidak asing baginya, tapi karena sudah lama berpisah maka perlu waktu seharian untuk mengingatku. Setelah membuka album kenangan sekolah baru dia bisa mengiingatku. Dia yakin kalau pemuda yang ingat ingatan itu adalah kakakku karena dulu dia pernah datang kerumah dan sedikit tahu tentang keluargaku termasuk tentang kakak. Luar biasa, kakak yang selama ini kuremehkan ternyata adalah orang hebat. Bagaiaman tidak? Saat dia sudah kegilangan ingatannya dia masih mampu mengingat hal-hal penting yang mungkin bagi orang normal sekalipun kadang mudah terlupakan: aqidah, birul walidan dan persaudaraan. Orang yang selama ini kuanggap tidak layak kucintai ternyata mampu mencintaiku lebih dari cukup. Aku tidak tahu bagaiaman pertanggungjawabanku pada Allah jika seandainya waktu itu kakak tidak kembali lagi untuk selamnya?. Satu hal yang pasti bahwa saling mencintai karena Alla itu adalah sangat mulia.

0 komentar:

Posting Komentar